UMAT Hindu di Jawa Tengah diminta untuk menjaga hubungan harmonis dengan pemeluk agama lain. Caranya, dengan melaksanakan simakrama atau silaturahmi secara intensif dengan warga masyarakat yang menganut keyakinan berbeda.
Harapan tersebut disampaikan Direktur Urusan Agama Hindu Dirjen Bimas Hindu Pusat, I Ketut Lancar, dalam Dharmasanti Nyepi Tahun Baru Saka 1933 yang digelar Parisadha Hindu Dharma Jateng, di Aula Gradhika Bakti Praja, kompleks Gubernuran, Jalan Pahlawan.
“Tercapainya kehidupan yang bahagia, sejahtera, dan damai dalam perayaan Hari Raya Nyepi tidak sekadar terbatas pada pelaksanaan ritual, melainkan dapat juga mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. Salah satu yang terpenting, bagaimana umat Hindu menjaga hubungan baik dengan pemeluk agama lain,” kata I Ketut Lancar.
Dharmasanti Nyepi itu dihadiri oleh sekitar 1.600 umat Hindu se-Jateng. Hadir juga pada kesempatan itu, Gubernur Bibit Waluyo serta sejumlah pejabat di lingkungan Pemprov. “Selain dengan umat agama lain, hubungan yang baik juga perlu dijalin sesame umat Hindu dan antara umat Hindu dan pemerintah,” imbuhnya.
Perayaan yang merupakan bentuk pergantian Tahun Saka, yang dilaksanakan pada penanggalan Kesatu Sasih Kedasa (Eka Sukla Paksa Waisak) sehari setelah Tilem Kesanga (Panca Dasa Kresna Paksa Caitria) di tiap tahun tersebut, berusaha membawa pesan kerohanian yang luhur dengan membangkitkan kesadaran spiritual dan toleransi yang penuh kehangatan.
“Dharmasanti Nyepi dimaksudkan agar umat Hindu berusaha mengimplementasikan nilai-nilai sradha bhakti yang utuh dengan situasi dan kondisi yang berkembang,” tambah Ketua Penyelenggara, Kasiyanto. (dse)
Lahir di Sarolangun, 14 Desember 1985 -- TK Bunga Tandjung Sidareja, Kabupaten Cilacap -- SD Negeri Gunungsimping 03 Cilacap -- SMP Negeri 4 Cilacap -- SMA Negeri 1 Sidareja, Kabupaten Cilacap -- Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang --
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Khansa Zahra Najwalni
Jepret
Database Deni
-
WARGA Perumahan Taman Puri Sartika mengeluhkan minimnya perhatian Pemkot Semarang atas berbagai persoalan yang menimpa mereka. Menurut warga...
-
PERNAH dengar sebutan ayam ketawa? Tak perlu jauh-jauh ke Sidrap, Sulawesi selatan, untuk melihat ayam unik tersebut. Di Semarang, ayam yan...
-
KONDISI Terminal Penggaron saat ini ibarat “mati suri”. Bis-bis memang masih mau masuk, tapi nyaris hanya numpang lewat, membayar retribusi,...
-
TAMAN Menteri Supeno menjadi sangat sibuk pada siang hari. Taman yang biasanya sepi itu dipadati pengunjung berbagai stan, yang menjual anek...
-
DATANG dan melihat, Gunungpati, menghadirkan rasa nyess . Bayangkan, kalau ada lahan seluas empat hektar, yang ditanami cabe dengan buah-bu...
-
RABU (13/4), ratusan pekerja seks komersial (PSK) Resosialisasi Argorejo, atau lebih populer dengan sebutan Sunan Kuning (SK), mengikuti pem...
-
DERETAN pohon karet yang berbaris rapi nan hijau di sisi kanan-kiri jalan, disertai dengan kicauan burung di pagi hari, seakan-akan menjadi...
-
PEMBUDIDAYAAN kepiting soka ( soft shell ) di Tugu, Semarang, bangkrut. Usaha itu hanya bertahan setahun karena tambak pembudidayaan sering ...
-
KAMPUS SMP 5 Semarang, Kagok, seperti menjelma lokasi syuting kejar tayang. Di hampir setiap sudut sekolah, terdapat sekumpulan orang yang t...
-
PERSATUAN Pedagang dan Jasa Pasar (PPJP) Karimata, Semarang mempertanyakan kinerja Pemkot Semarang soal penertiban para pedagang kaki lima ...
0 komentar:
Posting Komentar