Lahir di Sarolangun, 14 Desember 1985 -- TK Bunga Tandjung Sidareja, Kabupaten Cilacap -- SD Negeri Gunungsimping 03 Cilacap -- SMP Negeri 4 Cilacap -- SMA Negeri 1 Sidareja, Kabupaten Cilacap -- Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang --
Menjelajah Hutan Karet Limbangan Ala Samba
Diposting oleh
Deni Setiawan
di
05.10
Jumat, 18 Februari 2011
DERETAN pohon karet yang berbaris rapi nan hijau di sisi kanan-kiri jalan, disertai dengan kicauan burung di pagi hari, seakan-akan menjadi penyambut kedatangan para rombongan kendaraan ketika memasuki kompleks PT Rehobat, Limbangan, Kendal.
Sesampai di halaman parkir, mereka bergegas mengeluarkan sepeda berjenis mountain bike (MTB) dari dalam mobil, lalu mengenakan pakaian berwarna orange yang bertuliskan Samba dan dilengkapi dengan artribut-atributnya, seperti helm, pelindung lutut, dan sarung tangan.
Tak lama kemudian, mereka membentuk setengah lingkaran di sebuah tanah berumput yang berada di depan kantor perusahaan peternakan ayam dan perkebunan karet itu. Di tempat itu, akan berlangsung kegiatan cross country yang diikuti oleh 35 pesepeda.
Kegiatan itu bukanlah sebuah kompetisi untuk memperebutkan piala, tetapi hanyalah sekadar acara kekeluargaan yang menjadi agenda rutin para anggota komunitas sepeda Semarang Bicycle Association (Samba).
Olahraga Sepeda
Komunitas yang berdiri secara resmi pada September 1996 ini, sudah memiliki 70 anggota aktif dan 250 anggota pasif. "Semua anggota yang bergabung di sini, berasal dari berbagai kalangan. Walaupun mayoritas dari pengusaha dan wiraswasta, tetapi kami tidak pernah membeda-bedakan dan tidak ada yang namanya kalangan atas, menengah, maupun bawah. Semua di sini sama statusnya," kata Henry Dwiyanto (52), ketua Samba periode keenam.
Di perkebunan karet seluas 360 hektar dan sepanjang 8 kilometer, para peserta dihadapkan dengan medan-medan jalan yang terjal, licin, dan penuh bebatuan. Terlebih lagi, di kilometer tiga, perjalanan mereka diguyur hujan, yang membuat jalanan tersebut semakin licin. Tak sedikit mereka yang terjatuh karena tidak bisa mengontrol laju sepedanya.
Bahkan, sesekali mereka terpaksa pun harus menuntun sepeda tersebut karena tak kuat mengayuh ke jalanan licin yang menanjak.
Tetapi, di balik semua itu, sepanjang jalan tersebut, para peserta disuguhkan pemandangan alam yang menawan, ditambah lagi dengan pesona kabut yang turun selepas hujan itu. Canda tawa para peserta pun, mampu dengan cepat meredakan rasa lelah. Terlihat, kekeluargaan di komunitas sepeda Samba ini sangatlah kental.
"Ketika ada yang terjatuh, kami langsung bergegas membantu. Saya rasakan, kekeluargaan yang tanpa batas, di sini," kata Sindu Andikara (33), yang baru satu bulan bergabung dengan Samba.
Kegiatan yang dimulai pada pukul 08.00-12.00 itu, membuat kesan tertentu para peserta Cross Country tersebut. "Di tempat ini (kebun karet), baru pertama kali. Sebelumnya belum pernah," kata Sindu.
Kehadiran komunitas ini, tambah Henry, untuk memasyarakatkan olahraga sepeda di Kota Semarang dengan tanpa memandang status sosial seseorang. Selain itu, komunitas yang bermarkas di Jalan Papandayan II Nomor 4C Gajahmungkur, Semarang ini, sebagai tempat refresing yang tak pernah didapat di kantor ataupun di suatu instansi.
"Sebagai pelepas pengat rutinitas pekerjaan yang dihadapi setiap hari, maka kegiatan ini kami agendakan rutin. Tidak mungkinlah, di kantor bisa tertawa lepas, bercanda dengan kawan tanpa beban, seperti ini," jelas Didik Hardiana (50), bagian kehumasan di Samba.
Selain di Limbangan Kendal, komunitas ini kerap kali mengadakan touring untuk menguji andrenalin dan menambah pengalaman. Tiap bulan Mei, komunitas ini mengadakan event di Borobudur, Magelang, Jawa Tengah dan Tour de Java Conte do Nor (Agustus). Selain di situ, juga pernah mengadakan acara di Bali dan Bandung, Jawa Barat. "Mei lalu, di Borobudur kami mengadakan penanaman satu juta pohon," tambah Didik.
Masalah pendanaan, komunitas yang memiliki motto "hidup adalah berolahraga dan bercanda" ini, semua berasal dari iuran anggota. Apabila akan mengadakan acara, secara swadaya, mereka akan memenuhi segala sarana-prasarana yang dibutuhkan.
"Ini sebenarnya komunitas nonformal. Kalau ada yang bergabung pun, tanpa dikenakan biaya, tidak ada syarat-syarat khusus. Tanpa ada kartu tanda anggota (KTA). Mau gabung, punya sepeda apapun jenisnya, langsung jadi anggota. Mudah kan?" jelas Henry. Deni Setiawan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Khansa Zahra Najwalni
Jepret
Database Deni
-
WARGA Perumahan Taman Puri Sartika mengeluhkan minimnya perhatian Pemkot Semarang atas berbagai persoalan yang menimpa mereka. Menurut warga...
-
PERNAH dengar sebutan ayam ketawa? Tak perlu jauh-jauh ke Sidrap, Sulawesi selatan, untuk melihat ayam unik tersebut. Di Semarang, ayam yan...
-
KONDISI Terminal Penggaron saat ini ibarat “mati suri”. Bis-bis memang masih mau masuk, tapi nyaris hanya numpang lewat, membayar retribusi,...
-
TAMAN Menteri Supeno menjadi sangat sibuk pada siang hari. Taman yang biasanya sepi itu dipadati pengunjung berbagai stan, yang menjual anek...
-
DATANG dan melihat, Gunungpati, menghadirkan rasa nyess . Bayangkan, kalau ada lahan seluas empat hektar, yang ditanami cabe dengan buah-bu...
-
RABU (13/4), ratusan pekerja seks komersial (PSK) Resosialisasi Argorejo, atau lebih populer dengan sebutan Sunan Kuning (SK), mengikuti pem...
-
DERETAN pohon karet yang berbaris rapi nan hijau di sisi kanan-kiri jalan, disertai dengan kicauan burung di pagi hari, seakan-akan menjadi...
-
PEMBUDIDAYAAN kepiting soka ( soft shell ) di Tugu, Semarang, bangkrut. Usaha itu hanya bertahan setahun karena tambak pembudidayaan sering ...
-
KAMPUS SMP 5 Semarang, Kagok, seperti menjelma lokasi syuting kejar tayang. Di hampir setiap sudut sekolah, terdapat sekumpulan orang yang t...
-
PERSATUAN Pedagang dan Jasa Pasar (PPJP) Karimata, Semarang mempertanyakan kinerja Pemkot Semarang soal penertiban para pedagang kaki lima ...
0 komentar:
Posting Komentar