Siswa Krisis Karakter, Sekolah Jadi Kambing Hitam

Rabu, 06 April 2011
KALANGAN orangtua mepertanyakan pendidikan yang telah diserap oleh anak-anaknya dari bangku sekolah. Mereka gelisah melihat perilaku anak-anak mereka, yang sebelumnya santun, tekun, dan disiplin, tiba-tiba memasuki usia remaja berubah menjadi “liar”.
Akibatnya, pihak sekolah dituduh menjadi salah satu penyebab kemunduran perilaku anak-anak. Sekolah dianggap gagal mendidik siswa secara komprehensif, termasuk di antaranya menanamkan sikap dan perilaku positif. Seminar yang menghadirkan pakar pendidikan dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, Yoyo Mulyono, dan staf Pusat Kurikulum dan Perbukuan Kemendiknas, Zulfikri Anas.
Zulfikri mengatakan, wajar ketika para orangtua menuduh sekolah menjadi penyebab makin rendahnya moral anak-anaknya. Iklim belajar yang tidak sehat, anak dijejali dengan pengetahuan untuk sekadar mendapatkan nilai baik, pencapaian dan prestasi hanya diukur secara kuantitatif mengakibatkan potensi individu anak menjadi terabaikan.
“Perlu kiranya pihak sekolah mulai benar-benar serius menata perilaku serta karakter siswa agar tidak terjadi krisis atau perubahan sikap ke arah negati,” timpal Yoyo Mulyono, dosen UPI Bandung.

Lomba Mata Pelajaran
Sementara itu, Ketua Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Pendidikan Agama Islam (PAI) Kota Semarang, Multazam Ahmad mengatakan, kendati mata pelajaran agama Islam selalu diajarka oleh para guru di sekolah, belum jaminan, moral pelajar menjadi baik. Justru dapat dikatakan merosot, karena pelajar belum mampu menerapkannya dengan baik, terutama di lingkungan kemasyarakatan.
Menurut dia, semakin kuatnya perubahan perilaku yang bersifat negatif akhir-akhir ini, perlu kiranya peran serta para guru untuk menekan kenakalan-kenakalan pelajar tersebut.
“Kenakalan tersebut, salah satunya mereka mudah terpancing melakukan hal-hal yang melanggar norma seperti tawuran antar pelajar,” tambah Multazam di sela-sela Lomba Mata Pelajaran dan Seni Islam (Mapsi) di SMP Negeri 17 Semarang, Sabtu (12/3).
Untuk itu, tambahnya, pihaknya bersama para guru di MGMP PAI Kota Semarang perlu mengadakan Mapsi. Mapsi yang memasuki tahun ke lima sejak 2007 itu, diikuti 60 sekolah tingkat SMP se-Kota Semarang yang terdiri atas 30 sekolah negeri dan 30 sekolah swasta dengan memperlombakan enam jenis lomba, yakni rebana, kaligrafi putra-putri, tilawah putra-putri, tanfidz putra-putri, dirosah islamiyyah, dan pidato. (deni setiawan)

0 komentar:

Posting Komentar