Dibangun untuk Sambut “Tentoon Stelling”

Kamis, 07 April 2011

BANGUNAN megah yang berdiri di sebelah utara kawasan Kota Lama, Semarang, itu tak mengalami perubahan yang signifikan. Hampir seluruh bagian tetap sama, seperti dioperasikan kali pertama pada Mei 1941 silam.
Stasiun Semarang Tawang memang sengaja dibiarkan apa adanya oleh PT Kereta Api Indonesia (KAI) sebagai salah satu cagar budaya nasional, pusat transportasi, dan bagian dari bangunan konservasi yang ada di Kota Semarang.
“Kami tidak akan merubah bentuk bangunan bersejarah itu (Stasiun Tawang –Red). Yang akan selalu kami lakukan adalah merenovasi bagunan-bangunan yang rusak karen ditelan jaman, tetapi sesuai dengan bentuk awalnya,” kata Ella Ubaidi, Kepala Pusat Pelestarian Benda, Bangunan, dan Kawasan PT KAI.
Sebelumnya, stasiun yang berada di Jalan Taman Tawang 1 Semarang itu, merupakan stasiun pengganti milik Nederlandshe-Indische Spoorwegmaatschappij (NIS), Tambak Sari. Pembangunan Stasiun Tambak Sari ditandai dengan upacara pencangkulan tanah oleh Gubernur Jenderal Baron Sloet van de Beele, bersamaan dengan pembentukan sistem pengangkutan kereta api pada 16 Juni 1864.
Setelah mengalami proses pembangunan yang tersendat-sendat, akhirnya stasiun yang melayani jalur Semarang-Yogyakarta-Solo itu, selesai pada 10 Februari 1870. Seiring dengan berkembangnya kegiatan perdagangan menyebabkan Stasiun Tambak Sari tidak memenuhi syarat lagi. Maka direncanakanlah stasiun baru dengan arsitek JP de Bordes, yang sampai saat ini dikenal dengan nama Stasiun Tawang.

Bareng Stasiun Poncol
NIS mulai mewujudkan hasil rancangan tersebut pada 29 April 1911. Tiga tahun kemudian, stasiun tersebut telah siap beroperasi untuk menyambut Koloniale Tentton Stelling, bersamaan dengan Stasiun Semarang West (Poncol) dan Stasiun Central (Jurnatan). Saat itu, Stasiun Tawang menjadi pintu kedatangan para tamu NIS. Tidak heran, apabila ruang lebih terkesan mewah dan sangat anggun. Ditambah lagi dengan warna putih menutup hampir semua tembok bagian dalam, warna cokelat tembaga menjadi penghiasnya, baik ornamen bangunan maupun hiasan lainnya.
Keistimewaan lain dapat dilihat pada bentuk kubah di bagian puncak atap yang menunjukkan gaya khas arsitektur di masa itu, lalu bentuk lengkung serta persegi mendominasi ornamen bangunan.
Selain itu, kanopi di depan pintu masuk menambah kesan eksklusif stasiun, termasuk seni ukiran yang ditampilkan dalam setiap detail, bermotif, dan berwarna karena arsitektur Indische pada waktu itu, sangat kuat di bidang seni dengan memadukan unsur kelokalan.
Pahatan batu yang menggambarkan dua lokomotif dan rangkaian kereta api menghiasi keempat sisi tembok di dalam gedung itu. Sementara pusat ruangan yang segaris dengan atap kubah diterangi empat lampu hias dengan warna senada.
Pada masa lalu, Stasiun Tawang mempunyai arti penting bagi kawasan Kota Lama. Pada masa lalu, terdapat sumbu visual yang menghubungkan stasiun dengan Gereja Blenduk sehingga perannya dalam pembentukan citra kawasan sangat penting dan mampu menambah nilai kawasan.
“Bangunan stasiun masih terawat baik. Selain sebagai bangunan bersejarah, bangunan tersebut tetap dijaga sebagai stasiun kereta api,” imbuh Ella. (deni setiawan)

0 komentar:

Posting Komentar