Habitat Menyepit, Monyet Kreo Kian Agresif

Selasa, 05 April 2011
HATI-HATI jika Anda berkunjung ke Gua Kreo. Monyet ekor panjang (Macaca ascicularis) yang menjadi penghuni obyek wisata di Dukuh Talunkacang, Kelurahan Kandri, Gunungpati, Semarang, itu kini semakin agresif.
Keagresifan itu terlihat dari kian seringnya terjadi konflik antarmonyet atau antarkelompok monyet. Bahkan, tak jarang, monyet-monyet itu mengganggu pengunjung.
Aris Setiawan, peneliti Bidang Konservasi, Fakultas Kehutanan UGM Yogyakarta mengatakan, perubahan perilaku ratusan monyet itu dikarenakan semakin sempitnya habitat dan ruang gerak dala mencukupi kebutuhan makan sehari-hari.
“Penyebab utama mereka agresif karena semakin sempitnya lahan untuk bergerak dan ditambah lagi suara bising kendaraan-kendaraan proyek pembangunan Waduk Jatibarang,” kata Aris.
Akibatnya, tambahnya, ditemukan luka-luka bekas perkelahian pada diri monyet. Baik itu perkelahian antar individu maupun kelompok.
Berdasarkan hasil inventarisasi Balai Konservasi Sumber Daya Alam Provinsi Jawa Tengah, di Gua Kreo terdapat dua kelompok monyet ekor panjang, yakni 67 ekor dari kelompok parkiran (berada di area parkiran dan taman) dan 134 ekor dari kelompok Kreo (berada di sekitar gua).
“Agresivitas monyet semakin meningkat ketika proyek Waduk Jatibarang mulai berjalan. Para monyet juga sering berebut daerah kekuasaan. Kelompok parkiran sering bergerak masuk ke hutan Kreo. Begitu pula kelompok Kreo, pergerakannya sampai menuju ke sungai, bahkan pemukiman penduduk yang berada di sekitar sungai tersebut,” tambah Wawan, sapaan akrab Aris Setiawan, yang sedang meneliti perubahan perilaku monyet di Gua Kreo.

Perilaku Berubah
Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Gua Kreo, Asron, mengakui, perilaku ratusan monyet telah berubah, semakin agresif. Bahkan para pengunjung yang membawa makanan atau minuman sering direbut.
Hal itu yang menjadi salah satu faktor utama menurunnya jumlah pengunjung. Pengunjung terkadang harus berpikir dua kali untuk membawa makanan dan minuman ketika akan masuk ke Gua Kreo.
Asron, yang sudah bertugas di Gua Kreo sejak Januari 2009, mengungkapkan, dari luas semula sekitar lima hektar, luas kawasan Gua Kreo hanya tersisa sekitar tiga hektar karena digunakan untuk tempat genangan air proyek Waduk Jatibarang. Setidaknya ada empat kompleks asilitas pendukung di obyek wisata tersebut, yang hilang. Di antaranya adalah air terjun, mushola, gazebo, dan gapura.
Apabila dirata-rata, setiap hari hanya 15-20 orang yang berkunjung ke obyek wisata Gua Kreo. Berkurangnya jumlah pengunjung, tahun 2011 pihaknya tidak dapat menargetkan pendapatan pertahun dari pengunjung. Sebagai gambaran, tahun 2010, UPTD Gua Kreo hanya memperoleh pendapatan Rp 88 juta, dari target awal sebesar Rp 116 juta.
Pihaknya berharap, pembangunan waduk semestinya tidak mengganggu keberadaan monyet ekor panjang sebagai ikon Gua Kreo. Semakin keberadaannya terganggu, akan berdampak besar pula pada pengunjung. (deni setiawan)

0 komentar:

Posting Komentar