Perangi DBD Seperti Korupsi

Minggu, 06 Maret 2011


TINGGINYA kasus demam berdarah dengue (DBD) di Kota Semarang menuntut kesiagaan seluruh kalangan. Tak tanggung-tanggung, Komite Penyeledikan dan Pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KP2KKN) Jateng menyatakan, DBD harus diperangi seperti korupsi.
Sekretaris KP2KKN Jateng, Eko Haryanto menyatakan, DBD hampir sama seperti korupsi. “Sama-sama bahaya laten yang harus segera dilakukan upaya pemberantasan agar tidak menyebar,” kata Eko.
Menurut Eko, meskipun aktivitas dan perhatian KP2KKN terfokus pada kasus korupsi, bukan berarti boleh abai terhadap perkembangan yang terjadi di masyarakat. Penyerahan abate kepada warga Lempongsari merupakan bagian dari kepedulian LSM antikorupsi tersebut terhadap tingginya kasus DBD di Kota Semarang.
“Selain itu, kebetulan pula kantor kami ada di sini (Lempongsari –Red),” kata Eko.
Sementara itu, Puskesmas Pegandan, Gajahmungkur, mencatat, Kelurahan Lempongsari menduduki peringkat pertama kasus DBD untuk wilayah Gajahmungkur pada 2010, dengan jumlah penderita 64 orang. Petugas Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) Puskesmas Pegandan, Suprapti menjabarkan, hingga akhir 2010, empat orang meninggal karena kasus tersebut. Dua orang di Gajahmungkur dan masing-masing satu orang di Petompon dan Bendandhuwur.
“Peringkat selanjutnya, Sampangan 57 orang Gajahmungkur 50 orang, Karangrejo 28 orang, Petompon 23 orang, Bendanngisor 8 orang, dan Bendandhuwur 6 orang,” tambahnya.
Mengurangi tingkat kasus DBD di Lempongsari itu, setiap minggu warga melakukan pemantauan jentik nyamuk. Apalagi terlihat ada jentik nyamuk pada genangan air di wilayah tersebut, warga bersama petugas Puskesmas, kelurahan, dan pengurus PKK langsung menaburi abate di genangan air tersebut.
“Biasanya, di bak-bak penampungan air, kami sering menemukan jentik tersebut,” kata Lurah Lempongsari, Sarjuno.
Selain itu, pihaknya juga membagikan dua ekor ikan untuk tiap rumah yang diletakkan di bak kamar mandi warga. Ikan yang diberikan yakni nila dan komet.
“Hingga kini, sudah sekitar 2.000 ekor ikan yang kami bagikan kepada warga. Kami akan terus berupaya keras menurunkan tingkat kasus DBD di wilayah ini,” tambahnya.
Dia mengungkapkan, dahulu para warga di lingkungannya kurang sadar dan tidak memperdulikan bahaya DBD, bahkan ada pula warga yang tidak tahu. Selain itu, untuk warga yang bertempat tinggal di wilayah atas, mengalami keterbatasan penyediaan air sehingga mereka harus menghemat air tersebut, dengan cara menampungnya.
Tetapi, tambahnya, mulai Januari 2011, melalui kegiatan pertemuan-pertemuan di tingkat RT maupun RW, pihaknya bersama Puskesmas selalu memberikan sosialisasi untuk mencegah penyakit DBD, malaria, dan chikungunya. “Setiap minggu, kami melakukan monitoring ke rumah-rumah warga. Setelah dimonitoring, mereka diberi kartu monitoring,” tambahnya. (deni setiawan)

0 komentar:

Posting Komentar