Guru Bahasa Indonesia Was-was

Rabu, 09 Februari 2011
- SMA Hadapi UN

KALANGAN guru Bahasa Indonesia SMA di Kota Semarang was-was akan hasil ujian nasional (UN), yang digelar 18 April mendatang. Mereka kuatir, hasil buruk pada sejumlah UN terakhir akan terulang lagi.

Bahasa Indonesia disebut-sebut sering kali menjadi "pengganjal" bagi siswa untuk lulus. Banyaknya siswa yang meremehkan Bahasa Indonesia, membuat mereka gagal mencetak nilai baik untuk pelajaran itu.
Namun, mereka menyisakan optimisme sehubungan dengan adanya pembenahan sistem UN, ang melibatkan guru dalam penentuan kelulusan.
Guru Bahasa Indonesia SMA Semesta, Jumiko mengakui, pada Bahasa Indonesia, siswa sering merasa kesulitan untuk memahami soal. Selain lemah pada ide pokok sebuah paragraf, siswa juga sulit menafsirkan sebuah puisi karena tidak ada patokan yang jelas.
"Pada beberapa soal, jawaban yang tersedia mirip-mirip. Itu yang membuat siswa kesulitan," ujar Jumiko.
Hal senada disampaikan May Yusro, guru Bahasa Indonesia SMA Kesatrian 2. Ia juga mengungkapkan kesulitan siswa memahami soal.
"Banyaknya soal yang multitafsir membuat tingkat pemahaman siswa dalam membaca soal relatif rendah," katanya.

Lebih Buruk
Dalam catatan pada UN 2010, nilai Bahasa Indonesia untuk jenjang SMA/MA/SMK lebih buruk ketimbang mata pelajaran Bahasa Inggris, dan lainnya. Sebagian besar peserta yang mengikuti UN ulangan, disebabkan nilai bahasa Indonesia jeblok.
Sebagai ilustrasi, pada UN 2010, 733 siswa diharuskan mengikuti UN ulangan untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia. Sementara, peserta yang tidak lulus untuk bahasa Inggris dan Matematika, yang sering dipersepsikan lebih sulit daripada Bahasa Indonesia, jauh lebih sedikit.
Bunyamin, ketua panitia UN 2010 Kota Semarang ketika itu mengakui, tidak ada peserta UN yang memperoleh nilai 10 untuk Bahasa Indonesia. Banyakj siswa gagal pada Bahasa Indonesia karena alternatif jawaban yang ada hampir mirip dengan yang benar.
"Pengecohan jawaban membuat banyak siswa banyak keliru menjawab," katanya.
Secara terpisah, Ketua Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Bahasa Indonesia Kota Semarang, Teguh Wibowo, justru mengungkapkan optimisme. Dikatakannya, kenaikan standar kelulusan minimal 5,5 sesuai Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No 45 Tahun 2010 tidak terlalu mengkhawatirkan.
"Kami yakin akan mencapai hasil baik. Dengan cacatan,ada pembenahan mekanisme UN dan berlangsung secara fair," kata guru Bahasa Indonesia SMA Negeri 2 Semarang tersebut.
Fair yang dimaksudkan Teguh, apabila pada 2011 nilai standar kelulusan diperoleh dari 40 persen nilai sekolah dan sisanya nilai ujian, semsetinya pengolah, pengevaluasi, atau penilai UN tidak hanya pihak ketiga, perguruan tinggi negeri, tetapi ada keterlibatan guru yang bersangkutan.
"Apabila hanya pihak ketiga, menurut saya, itu menyalahi dan perlu dievaluasi," kata Teguh.
Apabila dibandingkan dengan UN tahun lalu, formula baru yang dikeluarkan pemerintah tahun ini dalam UN, cukup membantu pihak sekolah. UN 2010, hanya berpatok pada nilai ujian, kali ini ditambah dengan nilai sekolah (NS). Meskipun demikian, para guru meminta perlu adanya pembenahan yang serius sebelum dilaksanakan. (dse/amp)

0 komentar:

Posting Komentar