Tempat Tinggal Kok Dijadikan Lokasi Pembuangan Material?

Selasa, 08 Maret 2011

RASA geram yang menumpuk sesak di dada warga Perumnas Banyumanik, Srondol Wetan, Semarang, sudah setinggi timbunan bekas material bangunan yang dibuang di tempat tinggal mereka.
Bayangkan saja, sejak beberapa bulan lalu, tepi jalan tersebut menjelma “Tempat Pembuangan Akhir (TPA)”, yang mengirim aneka barang tak berguna.
Di sepanjang talut, yang persis berada di sisi Jalan Gaharu Raya, bertumpukan material sisa bangunan. Ada pecahan keramik, batu-batu bekas bongkaran rumah, genteng rusak, hingga kepingan asbes bekas langit-langit atau atap rumah.
Keberadaan sisa bangunan yang tidak pada tempatnya itu, tak urung menghadirkan menghadirkan kekhawatirkan di kalangan warga. “Kalau terus-menerus ditumpuki bekas material bangunan seperti itu, talutnya bisa mudah ambrol. Ini aneh, tempat tinggal kok dijadikan lokasi pembuangan material,” kata Dja’far Ibrahim (65), warga RT 03 RW 12 Perumnas Banyumanik.
Dia mengungkapkan, sampai sekarang warga tidak tahu siapa yang membuang sampah bekas bangunan di tempat tinggal mereka. “Kami tidak tahu, warga mana karena biasanya mereka membuangnya ketika malam. Jalan sudah sepi,” kata Dja’far.
Menurut dia, tidak mungkin warga RT 03 RW 12 sendiri yang membuang bekas material bangunan tersebut. Warga sudah terlalu sering melaporkan ke pihak kelurahan dan Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP), khususnya Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Wilayah VII yang membawahi Kecamatan Banyumanik dan Gunungpati.
“Namun, sampai sekarang timbunan bekas material bangunan tersebut masih ada. Bahkan cenderung makin bertambah tinggi dari hari ke hari,” tambah pria yang tinggal di Jalan Gaharu Raya 207 itu.
Dikatakannya, secara berkala sudah ada petugas kebersihan yang menangani daerah itu. Setiap bulan warga membayar biaya kebersihan sampah bersama-sama dengan rekening air.
Senada, Ketua RT 06 RW 14 Perumnas Banyumanik, Utaryo Siwi (50) mengatakan, DKP tidak pernah peduli terhadap keluhan warga. Mengapa warga menuntut kepedulian dinas tersebut? Sebab, lingkungan tersebut tidak bertuan dan berdasarkan data di RW, tempat yang menjadi “TPA sampah bekas bangunan” itu sampah tanggung jawab DKP.
Kekhawatiran warga semakin bertambah karena tingkat erosi tanah di sekitar talut juga cukup tinggi. Maka, warga berupaya membuang bekas material bangunan ke tempat yang aman, ketika bekerja bakti pada hari Minggu, agar talut tidak mudah ambrol.
“Kami sudah terus-terusan mengajak para warga untuk kerja bakti membersihkan jalan di tepian talut tersebut. Bongkaran-bongkaran material bangunan. Kami buang. Tetapi, beberapa hari kemudian, ada lagi timbunan material tersebut,” jelas Utaryo, guru SD Srondol Wetan 03 itu.
Dia bersama warga merasa dirugikan apabila kejadian tersebut dibiarkan. Mereka pun tak pernah absen melaporkan ke kelurahan dan kecamatan. Namun, hingga kini, pihak pemerintahan belum mengambil langkah sebagai tindak lanjut atas laporan warga.
Menurut warga, tumpukan material tersebut, mengakibatkan jalan yang berada di depan kantor DKP UPTD Wilayah VII itu, semakin sempit.
“Dahulu jalan itu bisa dilalui oleh mobil. Tapi sekarang, hanya motor. Semestinya pemerintah peka terhadap kondisi seperti ini, walaupun itu milik negara, tapi jika dibiarkan terus, warga yang dirugikan,” kata Dja’far. (deni setiawan)

0 komentar:

Posting Komentar