Lahir di Sarolangun, 14 Desember 1985 -- TK Bunga Tandjung Sidareja, Kabupaten Cilacap -- SD Negeri Gunungsimping 03 Cilacap -- SMP Negeri 4 Cilacap -- SMA Negeri 1 Sidareja, Kabupaten Cilacap -- Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang --
Tempat Tinggal Kok Dijadikan Lokasi Pembuangan Material?
Diposting oleh
Deni Setiawan
di
04.39
Selasa, 08 Maret 2011
RASA geram yang menumpuk sesak di dada warga Perumnas Banyumanik, Srondol Wetan, Semarang, sudah setinggi timbunan bekas material bangunan yang dibuang di tempat tinggal mereka.
Bayangkan saja, sejak beberapa bulan lalu, tepi jalan tersebut menjelma “Tempat Pembuangan Akhir (TPA)”, yang mengirim aneka barang tak berguna.
Di sepanjang talut, yang persis berada di sisi Jalan Gaharu Raya, bertumpukan material sisa bangunan. Ada pecahan keramik, batu-batu bekas bongkaran rumah, genteng rusak, hingga kepingan asbes bekas langit-langit atau atap rumah.
Keberadaan sisa bangunan yang tidak pada tempatnya itu, tak urung menghadirkan menghadirkan kekhawatirkan di kalangan warga. “Kalau terus-menerus ditumpuki bekas material bangunan seperti itu, talutnya bisa mudah ambrol. Ini aneh, tempat tinggal kok dijadikan lokasi pembuangan material,” kata Dja’far Ibrahim (65), warga RT 03 RW 12 Perumnas Banyumanik.
Dia mengungkapkan, sampai sekarang warga tidak tahu siapa yang membuang sampah bekas bangunan di tempat tinggal mereka. “Kami tidak tahu, warga mana karena biasanya mereka membuangnya ketika malam. Jalan sudah sepi,” kata Dja’far.
Menurut dia, tidak mungkin warga RT 03 RW 12 sendiri yang membuang bekas material bangunan tersebut. Warga sudah terlalu sering melaporkan ke pihak kelurahan dan Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP), khususnya Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Wilayah VII yang membawahi Kecamatan Banyumanik dan Gunungpati.
“Namun, sampai sekarang timbunan bekas material bangunan tersebut masih ada. Bahkan cenderung makin bertambah tinggi dari hari ke hari,” tambah pria yang tinggal di Jalan Gaharu Raya 207 itu.
Dikatakannya, secara berkala sudah ada petugas kebersihan yang menangani daerah itu. Setiap bulan warga membayar biaya kebersihan sampah bersama-sama dengan rekening air.
Senada, Ketua RT 06 RW 14 Perumnas Banyumanik, Utaryo Siwi (50) mengatakan, DKP tidak pernah peduli terhadap keluhan warga. Mengapa warga menuntut kepedulian dinas tersebut? Sebab, lingkungan tersebut tidak bertuan dan berdasarkan data di RW, tempat yang menjadi “TPA sampah bekas bangunan” itu sampah tanggung jawab DKP.
Kekhawatiran warga semakin bertambah karena tingkat erosi tanah di sekitar talut juga cukup tinggi. Maka, warga berupaya membuang bekas material bangunan ke tempat yang aman, ketika bekerja bakti pada hari Minggu, agar talut tidak mudah ambrol.
“Kami sudah terus-terusan mengajak para warga untuk kerja bakti membersihkan jalan di tepian talut tersebut. Bongkaran-bongkaran material bangunan. Kami buang. Tetapi, beberapa hari kemudian, ada lagi timbunan material tersebut,” jelas Utaryo, guru SD Srondol Wetan 03 itu.
Dia bersama warga merasa dirugikan apabila kejadian tersebut dibiarkan. Mereka pun tak pernah absen melaporkan ke kelurahan dan kecamatan. Namun, hingga kini, pihak pemerintahan belum mengambil langkah sebagai tindak lanjut atas laporan warga.
Menurut warga, tumpukan material tersebut, mengakibatkan jalan yang berada di depan kantor DKP UPTD Wilayah VII itu, semakin sempit.
“Dahulu jalan itu bisa dilalui oleh mobil. Tapi sekarang, hanya motor. Semestinya pemerintah peka terhadap kondisi seperti ini, walaupun itu milik negara, tapi jika dibiarkan terus, warga yang dirugikan,” kata Dja’far. (deni setiawan)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Khansa Zahra Najwalni
Jepret
Database Deni
-
WARGA Perumahan Taman Puri Sartika mengeluhkan minimnya perhatian Pemkot Semarang atas berbagai persoalan yang menimpa mereka. Menurut warga...
-
PERNAH dengar sebutan ayam ketawa? Tak perlu jauh-jauh ke Sidrap, Sulawesi selatan, untuk melihat ayam unik tersebut. Di Semarang, ayam yan...
-
KONDISI Terminal Penggaron saat ini ibarat “mati suri”. Bis-bis memang masih mau masuk, tapi nyaris hanya numpang lewat, membayar retribusi,...
-
TAMAN Menteri Supeno menjadi sangat sibuk pada siang hari. Taman yang biasanya sepi itu dipadati pengunjung berbagai stan, yang menjual anek...
-
DATANG dan melihat, Gunungpati, menghadirkan rasa nyess . Bayangkan, kalau ada lahan seluas empat hektar, yang ditanami cabe dengan buah-bu...
-
RABU (13/4), ratusan pekerja seks komersial (PSK) Resosialisasi Argorejo, atau lebih populer dengan sebutan Sunan Kuning (SK), mengikuti pem...
-
DERETAN pohon karet yang berbaris rapi nan hijau di sisi kanan-kiri jalan, disertai dengan kicauan burung di pagi hari, seakan-akan menjadi...
-
PEMBUDIDAYAAN kepiting soka ( soft shell ) di Tugu, Semarang, bangkrut. Usaha itu hanya bertahan setahun karena tambak pembudidayaan sering ...
-
KAMPUS SMP 5 Semarang, Kagok, seperti menjelma lokasi syuting kejar tayang. Di hampir setiap sudut sekolah, terdapat sekumpulan orang yang t...
-
PERSATUAN Pedagang dan Jasa Pasar (PPJP) Karimata, Semarang mempertanyakan kinerja Pemkot Semarang soal penertiban para pedagang kaki lima ...
0 komentar:
Posting Komentar