KOALISI Perempuan Indonesia (KPI) Pusat mencatat, hingga akhir 2010 terdapat 154 peraturan daerah (Perda) se-Indonesia, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, yang masih memiliki unsur diskriminasi terhadap perempuan Indonesia dan meminta kepada pemerintah untuk segera mencabut perda-perda yang mendiskriminasi perempuan tersebut.
“Diskriminasi terhadap perempuan itu adalah kriminal. Kami harap, pemerintah mau secara sukarela mengkaji ulang dan mencabut perda-perda yang mendiskriminasikan kaum hawa,” kata Mike Verawati dari KPI, seusai pemutaran dan diskusi film Atas Nama di kampus I IAIN Walisongo, Jrakah, Semarang.
Mike menambahkan, kecondongan pendiskriminasian terhadap kebebasan ruang gerak kaum hawa yang terdapat pada 154 perda itu, ada empat kategori, yakni tata cara berbusana, pelenyapan yang berbau lokalisasi, jam malam, dan paham Jumat khusuk.
Beberapa langkah upaya untuk terus mendesak pemerintah, khususnya Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk mencabut perda yang cenderung menimbulkan ketidakadilan pada perempuan, yang berupa advokasi.
Advokasi-advokasi tersebut, di antaranya adalah mengupayakan dunia internasional untuk membantu memperhatikan perda-perda yang sudah beredar di Indonesia, penghapusan diskriminasi terhadap perempuan, dan menghapus hukuman badan yang kerap kali dialami perempuan.
Sementara itu, Mila Karmilah, Sekretaris KPI Wilayah Jawa Tengah mengatakan, sebenarnya awal mulanya keluar perda tersebut karena semakin banyaknya permasalahan yang menyangkut kondisi perekonomian, kemiskinan, dan social yang jika dibiarkan akan menimbulkan tindak kriminalitas makin tinggi.
“Tetapi, pada pelaksanaannya, justru perempuan yang menjadi korban. Maka jadi sangat dangkal pemikiran “si pembuat” perda itu,” tambah Mila. (dse)
Lahir di Sarolangun, 14 Desember 1985 -- TK Bunga Tandjung Sidareja, Kabupaten Cilacap -- SD Negeri Gunungsimping 03 Cilacap -- SMP Negeri 4 Cilacap -- SMA Negeri 1 Sidareja, Kabupaten Cilacap -- Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang --
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Khansa Zahra Najwalni
Jepret
Database Deni
-
WARGA Perumahan Taman Puri Sartika mengeluhkan minimnya perhatian Pemkot Semarang atas berbagai persoalan yang menimpa mereka. Menurut warga...
-
PERNAH dengar sebutan ayam ketawa? Tak perlu jauh-jauh ke Sidrap, Sulawesi selatan, untuk melihat ayam unik tersebut. Di Semarang, ayam yan...
-
KONDISI Terminal Penggaron saat ini ibarat “mati suri”. Bis-bis memang masih mau masuk, tapi nyaris hanya numpang lewat, membayar retribusi,...
-
TAMAN Menteri Supeno menjadi sangat sibuk pada siang hari. Taman yang biasanya sepi itu dipadati pengunjung berbagai stan, yang menjual anek...
-
DATANG dan melihat, Gunungpati, menghadirkan rasa nyess . Bayangkan, kalau ada lahan seluas empat hektar, yang ditanami cabe dengan buah-bu...
-
RABU (13/4), ratusan pekerja seks komersial (PSK) Resosialisasi Argorejo, atau lebih populer dengan sebutan Sunan Kuning (SK), mengikuti pem...
-
DERETAN pohon karet yang berbaris rapi nan hijau di sisi kanan-kiri jalan, disertai dengan kicauan burung di pagi hari, seakan-akan menjadi...
-
PEMBUDIDAYAAN kepiting soka ( soft shell ) di Tugu, Semarang, bangkrut. Usaha itu hanya bertahan setahun karena tambak pembudidayaan sering ...
-
KAMPUS SMP 5 Semarang, Kagok, seperti menjelma lokasi syuting kejar tayang. Di hampir setiap sudut sekolah, terdapat sekumpulan orang yang t...
-
PERSATUAN Pedagang dan Jasa Pasar (PPJP) Karimata, Semarang mempertanyakan kinerja Pemkot Semarang soal penertiban para pedagang kaki lima ...
0 komentar:
Posting Komentar