KINERJA Dewan Kesenian Semarang (Dekase) dipertanyakan. Lembaga itu dinilai belum melakukan pembinaan serius terhadap komunitas-komunitas seni-budaya di Kota Semarang.
Pendapat itu dilontarkan Widsu Saputro, pekerja film asal Semarang, di Taman Budaya Raden Saleh (TBRS). "Mungkin secara kuantitas, sudah ada program itu. Tapi, secara kualitas, saya belum melihat adanya program pembinaan secara serius," kata Saputro.
Bidang Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Dekase yang langsung berhadapan dengan persoalan itu, menurutnya, perlu peka dan tanggap pada kendala-kendala yang dihadapi oleh komunitas seni-budaya dalam berproses.
"Misalnya, komunitas teater sebenarnya punya potensi ke tingkat nasional, tetapi kok tidak mampu. Bidang Litbang semestinya harus tahu dan membantu permasalahan tersebut," jelas pria yang tinggal di Jalan Wonodri Joho I 197A Semarang tersebut.
Heri Venus, koreografer akting pada Persatuan Artis Film Indonesia (Parfi) Jateng pun sependapat, Bidang Litbang Dekase tak teliti memperhatikan persoalan yang dihadapi oleh tiap komunitas. Setidaknya mereka mendekati komunitas tersebut, saling bertukar pikiran, dan membantu proses kreatifnya.
"Dekase sebagai wadah seni-budaya di Semarang, tak sekadar tahu, tapi juga paham soal kesenian," jelasnya.
Kalangan Tertentu
Berbeda dengan Widsu dan Heri, Widyo Leksono mengungkapkan, sebenarnya Dekase pernah mengadakan pelatihan, walaupun mungkin baru sebatas untuk kalangan tertentu dan intensitasnya sedikit.
"Saya tahu persis karena pernah diundang Dekase untuk jadi salah satu pelatih dalam kegiatan mereka," jelas seniman teater yang akrab disapa Babahe tersebut.
Ketika dikonfirmasikan, Ketua Dekase, Marco Manardi menyangkal apabila Dekase belum melakukan pembinaan. Dia menyatakan, selama ini pihaknya berusaha agar TBRS sebagai basis seni-budaya di Semarang tidak mati, dengan menggelar sejumlah kegiatan.
"Sekitar 4-5 tahun yang lalu, TBRS seperti kuburan. Begitu kami hadir, hampir setiap hari ada aktivitas. Entah itu, latihan teater, tari, musik, dan lain-lain," jelasnya.
Salah juga, tambahnya, kalau yang bertanggung jawab adalah Bagian Litbang Dekase, di sini terdapat beberapa komite yang tugasnya melakukan pembinaan di tiap-tiap bidang seni. (dse)
Lahir di Sarolangun, 14 Desember 1985 -- TK Bunga Tandjung Sidareja, Kabupaten Cilacap -- SD Negeri Gunungsimping 03 Cilacap -- SMP Negeri 4 Cilacap -- SMA Negeri 1 Sidareja, Kabupaten Cilacap -- Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang --
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Khansa Zahra Najwalni
Jepret
Database Deni
-
WARGA Perumahan Taman Puri Sartika mengeluhkan minimnya perhatian Pemkot Semarang atas berbagai persoalan yang menimpa mereka. Menurut warga...
-
PERNAH dengar sebutan ayam ketawa? Tak perlu jauh-jauh ke Sidrap, Sulawesi selatan, untuk melihat ayam unik tersebut. Di Semarang, ayam yan...
-
KONDISI Terminal Penggaron saat ini ibarat “mati suri”. Bis-bis memang masih mau masuk, tapi nyaris hanya numpang lewat, membayar retribusi,...
-
TAMAN Menteri Supeno menjadi sangat sibuk pada siang hari. Taman yang biasanya sepi itu dipadati pengunjung berbagai stan, yang menjual anek...
-
DATANG dan melihat, Gunungpati, menghadirkan rasa nyess . Bayangkan, kalau ada lahan seluas empat hektar, yang ditanami cabe dengan buah-bu...
-
RABU (13/4), ratusan pekerja seks komersial (PSK) Resosialisasi Argorejo, atau lebih populer dengan sebutan Sunan Kuning (SK), mengikuti pem...
-
DERETAN pohon karet yang berbaris rapi nan hijau di sisi kanan-kiri jalan, disertai dengan kicauan burung di pagi hari, seakan-akan menjadi...
-
PEMBUDIDAYAAN kepiting soka ( soft shell ) di Tugu, Semarang, bangkrut. Usaha itu hanya bertahan setahun karena tambak pembudidayaan sering ...
-
KAMPUS SMP 5 Semarang, Kagok, seperti menjelma lokasi syuting kejar tayang. Di hampir setiap sudut sekolah, terdapat sekumpulan orang yang t...
-
PERSATUAN Pedagang dan Jasa Pasar (PPJP) Karimata, Semarang mempertanyakan kinerja Pemkot Semarang soal penertiban para pedagang kaki lima ...
0 komentar:
Posting Komentar